Jumat, 25 April 2008

Dunia Dan Hakikatnya


Dunia digambarkan Allah laksana tetesan hujan yang banyak menyuburkan tanaman, dan tanaman inilah yang kemudian memukau orang-orang kafir. Kemungkinan orang kafir yang dimaksudkan disini adalah orang kafir kepada Allah. Karena itu, al-Qur’an memperkenalkan kaum kafir ini ketika menyebutkan sifat ini dalam setiap ayat. Kalau saja yang dimaksud dalam sebuah ayat adalah para petani, niscaya akan disebutkan menurut profesi mereka supaya bisa dikenal. Misalnya saja firman Allah, “Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya,” (QS. Al-Fath: 29)

Ayat ini hanya menyindir orang-orang kafir karena mereka sangat terpesona oleh dunia. Anggapan mereka, inilah rumah sejati sehingga mereka harus bekerja dan membanting tulang sekeras-kerasnya. Mereka sangat takjub dengan berbagai perhiasandan isinya. Kemudian Allah menceritakan nasib tanaman itu, yakni menguning dan menjadi kering/layu. Inilah akhir dari dunia. Kalau seorang hamba memiliki beraneka kehidupan dunia, dari pangkal hingga ujung, niscaya nasibnya tidak jauh berbeda dengan tanaman ini.

Namun, kalau akhirat menjadi tujuan utama diatas dunia karena dia ingin terbebas dari siksa yang pedih, mendapat ampunan Allah dan pahala yang berlimpah, maka nasibnya seperti yang diungkapkan Ali bin Abi Thalib: “Dunia adlah tempat sejati bagi mereka yang menyedekahkannya. Rumah keselamatan bagi mereka yang memahaminya. Tempat keberhasilan bagi mereka yang tunduk pada Allah semata. Sebab didalamnya ada mesjid para nabi, tempat turunnya wahyu, mushala para malaikat dan tempat tinggal para Wali-Nya.

Di dalamnya mereka bisa mendapatkan rahmat. Di dalamnya mereka bisa beruntung mendapatkan keselamatan. Siapa saja yang mencela dunia, maka dia telah menundukkannya dan menemukan hakikatnya dan para penghuninya. Akan tetapi yang tidak, dia telah menghanyutkan dirinya dalam belaian dunia.

Cintanya menggelora pada dunia ini dan begitu suka cita pada kebahagiaan duniawi, baik dalam kondisi takut ataupun berharap. Maka ada kaum yang mencelanya, sementara kaum yang lainnya malah memujinya. Dunia mengingatkan dan menasihatinya sehingga diapun terpengaruh.

Wahai orang-orang yang mencela dunia dan memujinya sehingga terpedaya, sampai kapan dunia akan mempesonakan dan memperdaya kalian? Apakah sampai ditempat ayah kalian di bawah tanah yang basah (kuburan)? Apakah tempat berbaring ibu yang sudah usang? Kalian lihat berapa banyak warisan yang ditinggalkan? Berapa banyak kalian menuangkan minum kepada orang sakit? Berapa banyak kalian mengunjungi orang sakit dan mencarikan obat baginya, mengundang dokter untuknya, kemudian tidak berguna apa-apa pertolongan kalian ini dan pencarian kalian tidak bermakna?

Perumpamaan dunia buat kalian adlah tempat mati dan tempat tidur kalian.” Kemudian Ali menoleh kepada kuburan dan berseru: “Wahai penghuni kuburan, wahai mayat yang sudah menyatu dengan tanah. Perputaran sudah selesai. Harta benda telah terbagi. Isteri-isteri pun sudah menikah. Ini adalah kabar dari kami, maka sampaikan kabar kalian kepada kami.” Lantas Ali menoleh kepada kami dan berkata: “Kalau saja Allah mengizinkan, niscaya mereka akan mengabari kalian bahwa bekal yang paling baik adalah takwa.”

Pada hakikatnya dunia tidaklah dicela, yang dicela adalah keterpautan hati hamba kepada dunia. Dunia adalah kendaraan yang mengantarkan seseorang pada surga atau neraka. Akan tetapi, kalau syahwat dan kelalaian sudah merajai sehingga mereka berpaling dari Allah dan akhirat, maka nasib celakalah yang menghantam para penghuni dunia dan dunia itu sendiri.

Tercela tidaknya dunia ini tergantung sepenuhnya pada penghuninya dalam menyikapi dunia. Akan tetapi kalau terjadinya sebaliknya (lebih mengutamakan akhirat), maka dunia bisa dianggap sebagai batu loncatan dan ladang bagi akhirat. Dari dunia ini akan dipungut bekal akhirat. Didunia pula setiap orang bisa mencurahkan waktu untuk mengenal Allah, cinta pada-Nya dan mengingat-Nya untuk mencapai ridha-Nya.

Tinggi rendahnya derajat seseorang disurga tergantung bagaimana amal kebaikannya semasa didunia. Cukuplah sebagai gambaran bahwa disurga terdapat pujian dan karunia bagi para wali Allah. Didalamnya ada panorama yang menyejukkan mata, menyenangkan hati, mengembirakan para arwah dan kenikmatan tiada tara. Itu semua merupakan buah ketika di dunia mereka mengingat Allah, mengenal-Nya, mencintai-Nya, beribadah pada-Nya, bertawakal pada-Nya, kembali pada-Nya, dekat dengan-Nya, senang beringsut mendekati-Nya, merendahkan diri dihadapan-Nya, merasakan kenikmatan dalam bermunajat pada-Nya, menghadap pada-Nya, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan-Nya daripada lain-Nya.

Didunia ini ada kalam Allah wahyu-Nya, petunjuk-Nya dan malaikat utusan-Nya yang membawa wahyu atas perintah-Nya. Dia juga mengabarkan kepada para hamba-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya

Karena itulah Ibn ‘Uqail dan para ulama lainnya lebih memilih cinta kepada Allah dan ridha-Nya daripada kenikmatan surgawi. Mereka berkata: “Ini adalah hak Allah yang ditetapkan atas mereka. Mereka mempunyai jatah dan kenikmatan karena telah menunaikan hak Allah tersebut. Hak Allah jauh lebih tinggi nilainya daripada hak mereka.” Mereka berkata: “Iman dan taat itu lebih bermakna daripada balasan Allah terhadap hamba-Nya.”

Hemat kami, tidak pernah ada pengunggulan satu hal diatas lainnya didunia dan akhirat ini. Kalau saja dua hal ini bisa berada disatu tempat (dunia atau akhirat), mungkin saja salah satunya bisa diunggulkan. Iman dan taat didunia ini lebih utama daripada isi dunia ini. Masuk surga dan melihat wajah Allah, mendengarkan firman-Nya dan keselamatan dengan mendapatkan ridha-Nya, lebih utama daripada isi akhirat.

Yang disebut terakhir ini lebih bernilai daripada yang ada didunia, sekaligus lebih unggul daripada yang ada diakhirat. Tidak diboleh dikatakan mana yang lebih utama? Yang satu lebih utama ditinjau dari sana, dan satu lagi lebih bernilai ditinjau dari sudut pandang tujuan. Hanya Allah yang memberikan taufiq.[]

*Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur*
Ibn Qayyim Al-Jauziyyah

Kamis, 24 April 2008

Keutamaan Berdzikir, Berdo’a dan Bertobat


Suatu saat, selepas shalat, Rasulullah Saw berbagi sapa dan berbincang bincangdengan para sahabat tentang berbagai hal. Dalam perbincangan itu, Rasulullah menyampaikan keutamaan majelis dzikir, do’a dan permohonan ampun kepada Allah SWT. Selain itu, beliau juga menekankan bahwa Allah Swt boleh jadi mengabulkan do’a seorang hamba, menghindarkannya dari bencana yang belum turun, menyimpan pahala do’anya di akhirat atau menghapusnya dosa-dosanya. Beliau pun berceramah :Sesungguhnya Allah Swt memiliki beberapa malaikat yang terus menerus berkeliling mencari majelis dzikir. Ketika menemukan majelis dzikir, mereka terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Ketika majelis itu usai, mereka bubar dan kemudian naik kelangit. Ketika berada dilangit, mereka ditanya oleh Allah SWT. Yang sebenarnya lebih tahu ketimbang mereka, “Kalian datang dari mana? !”“Kami datang dari sisi para hamba-Mu di bumi yang mensucikan-Mu, mengagungkan-Mu, mengesakan-Mu, memuji-Mu, dan memohon kepada-Mu!” jawab mereka.“Apa yang mereka minta?” tanya Allah SWT. “Mereka memohon surga-Mu, “jawab mereka penuh takzim. “Apakah mereka pernah melihat surga-Ku?” tanya Allah swt lebih jauh “Tidak, wahai Tuhan,” jawab para malaikat dengan takzim. “Betapa seandainya mereka melihat surga-Ku?” kata Allah Swt. “Mereka juga memohon perlindungan kepada-Mu, “ucap mereka tetap takzim. “Dari apa mereka memohon perlindungan kepada-Ku?” tanya Allah Swt lagi.“Dari Neraka-Mu, wahai Tuhan,” Jawab mereka terus dengan takzim. “Apakah mereka melihat Neraka-Ku ?” tanya Allah Swt sekali lagi. “Tidak“ jawab mereka serempak.“Betapa seandainya mereka pernah melihat neraka-Ku,” kata Allah Swt.“Mereka juga memohon Ampunan kepada-Mu, wahai Tuhan,” ucap mereka tetap dengan takzim.“Aku telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka mohon, dan melindungi mereka dari neraka,“ jawab Allah SWT.“Wahai Tuhan, tapi dalam majelis mereka ada seseorang yang berdosa yang hanya kebetulan lewat lantas duduk bersama mereka,” lapor mereka.“Dia juga Kami ampuni. Sebab, orang yang mau duduk bersama mereka tidak celaka”, jawab Allah SWT.


Sumber : buku “Mutiara Akhlak Rasulullah SAW” , penulis : Ahmad Rofi’ Usmani

Hendaklah Beradab Dengan Allah

Orang mukmin haruslah beradab dengan Allah
Janganlah dia kurang ajar dengan Allah secara sadar atau tidak
Karena syirik itu mudah karena terbuka kepada umat
Oleh karena itu berhati-hatilah berkeyakinan dan berperasaan dengan Allah
Jangan sampai syirik, syirik adalah dosa besar
Jangan ada orang Islam hatinya berkata :
“Kalau aku tidak belajar aku tidak dapat cari makan”
Rasa hati seperti ini kurang ajar dengan Allah
Belajar adalah satu kewajiban, jangan sandarkan dengan cari makan
”Kalau aku berjuang karena Allah nanti susah cari makan “
Seolah-olah menuduh Allah, kalau berjuang Allah tidak beri makan
Ini termasuk kurang ajar dengan Allah
Berjuang adalah syariat Allah
Syariat haruslah ditegakkan
Mengapa dikaitkan bila berjuang takut Allah tidak beri makan?
Padahal banyak orang tidak berjuang susah cari makan
Banyak juga orang yang memperjuangkan Allah mudah mencari makan
Begitulah juga jangan hati berkata lebih-lebih lagi lidah berkata
“Mujurlah aku dapat bekerja dengan pemerintah, kalau tidak akan makan apa? “
Ini dia telah menuduh Allah bahwa pemerintah lebih mampu memberi makan
daripada Allah
Ini adalah aqidah yang sudah terlalu rusak
Orang semacam ini shalatpun tidak ada arti apa-apa
Shalat adalah syariat, keyakinan tadi adalah aqidah
Mengapa orang yang bersyariat tidak beraqidah?
Aqidah lebih besar dari syariat
Aqidah rusak otomatis syariat tertolak
Kalau aqidah tidak rusak syariat tidak semestinya rusak
Aqidah rusak artinya dia telah merobek-robek Allah
Syariat rusak baru merobek-robek ajaran Allah
Zaman sekarang banyak orang bersyariat aqidahnya rusak
Kalau aqidah sudah rusak pula shalatnya, ibadah tidak ada nilai lagi di sisi Allah
Orang yang beribadah terjun ke Neraka Allah
Harap ambil perhatian

Kita akan gunakan mengikut apa yang Dia pesankan kepada kita bukan?
Harta kita, tenaga kita, hakikatnya adalah kepunyaan Allah.
Kepunyaan kita hanyalah sebagai nisbi karena disandarkan kepada kita
Akal fikiran kita, ilmu kita hakikatnya kepunyaan Allah yang bersifat maknawi
Bahkan apa yang ada pada kita lahir dan batin adalah kepunyaan Allah
Allah hanya pinjamkan kepada kita
Bahkan diri kita pun kepunyaan Allah
Dan dipesankan kepada kita, gunakan mengikut kehendak Allah, bukan kehendak kita
Kalau begitu mana kita dapat berkata :
“Hartaku, terserah kepada aku,
hendak untuk apa aku gunakan, terpulanglah kepada aku.”
Setiap yang kita miliki akan ditanya nanti bagaimana menggunakannya
Bilamana penggunaannya tidak sesuai dengan kehendak Allah Nerakalah jawabannya
Karena itulah kalau manusia faham konsep milik ini
tidak ada manusia yang susah di dunia
Yang tidak punya pun akan tertolong
Karena yang punya pandai menggunakan kepunyaannya di tempat yang betul
Yaitu menolong orang yang tidak punya
Sebenarnya setiap manusia yang Allah hidupkan sudah disediakan rezeki dan sebagainya
Yang tidak bernasib baik mungkin kecederaan, cacat, kemalangan,
tetap ada rezekinya
Tapi di tangan orang kaya, orang kaya pasti menolong mereka
Kalau tidak, orang kaya telah melakukan penzaliman sesama manusia.
Wallaahu a'lam. ***

Cinta Akhirat & Produktivitas Hidup

Andaikan nur keyakinan itu telah menerangi hatimu, niscaya engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu sebelum engkau melangkahkan kaki kepadanya. Engkau punakan melihat semua kecantikan dunia telah diliputi kesuraman yang akan menghinggapinya. "(Imam Ibnu Atha'ilah) Suatu ketika Rasulullah SAW berjumpa seorang pemuda dari kalangan Anshar, Haritsah namanya. "Bagaimanakah keadaanmu hari ini, wahai Haritsah?" tanya Rasul."Saya kini menjadi seorang Mukmin yang sungguh-sungguh," jawab Haritsah. "Wahai Haritsah,hati-hati dengan perkataanmu. Sebab setiap ucapan harusada bukti hakikinya"."Ya Rasulullah jiwaku jemu dari dunia, sehingga saya bangun malam dan puasa di siang hari. Kini, seolah-olah saya berhadapan dengan Arasy, dan melihat ahli syurga sedang saling menziarahi, sebagaimana aku melihat ahli neraka sedang menjerit-jerit di dalamnya". Rasul kemudian bersabda, "Engkau telah melihat, maka tetapkanlah (jangan berubah). Engkau seorang hamba yangtelah diberi cahaya iman dalam hati". Haritsah berkata, "YaRasulullah, doakan aku agar mati syahid". Rasul pun berdoas eperti diminta Haritsah. Di kemudian hari, Allah SWT mengabulkan doa Rasulullah SAW. Haritsah gugur sebagai syuhada. Saudaraku, bila cahaya keyakinan telah bersemayam di hati, maka akhirat akan terasa dekat, seperti dekatnya sebuah benda di depan mata. Itulah yang dialami Haritsah saat berdialog dengan Rasulullah SAW. Akibatnya, dunia tidak lagi berarti di hadapannya. Walaupun harus mencari dunia, maka dunia tersebut akan ia ditujukan sebesar-besarnya untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Orang-orang yang memiliki keyakinan seperti itu, akan selalu berhitung tentang akhirat. Baginya, dunia hanyamenarik sebagai bekal untuk akhirat. Saat melihat uang, yang terpikir di benaknya bukan bagaimana memuaskan nafsu dengan uang tersebut. Ia justru berpikir bagaimana uang tersebut bisa menyelamatkannya di akhirat kelak.Uang tidak membuatnya tertarik membuat rumah di dunia, ia tertarik untuk membuat bangunan di syurga. Uang menjadikannya lebih bersemangat untuk dekat denganRasulullah SAW di akhirat. Rasul bersabda bahwa orang-orang yang peduli kepada anak yatim kedudukannya dengan Rasul bagaikan dekatnya dua jari tangan. Maka, para pecinta akhirat akan menjadi penyantun anak yatim yang ikhlas. Intinya, siapa pun yang mencinta kehidupan akhirat,maka ia akan ringan beramal.Tidak ada amal yang berat baginya. Sebab, semakin beratamal, maka akan semakin dekat ia dengan akhirat yang didambakannya. Cinta akhirat tidak harus menjadikan seseorang menjauhi hiruk pikuk dunia, hidup menyendiridan tidak peduli dengan dunia luar. Cinta akhirat harus menjadikan seseorang lebih produktif berkarya. Pecinta akhirat hidupnya tidak tergantung kepada apapun selain kepada janji Allah. Ia tidak bergantung pada gaji. Ia tidak terlalu yakin dengan harta, pangkat, jabatan, ketenaran dan segala aksesoris dunia. Ia hanya yakin akan janji Allah yang pasti dan kekal sifatnya. Karena itu, kita harus mati-matian mencari sesuatu yang kekal jaminannya. Maka bertanyalah selalu, apa sebetulnya yang kita cari di dunia ini: uang, jabatan, atau apa. Kalau itu yang kita cari, betapa kecilnya cita-cita kita. Harusnya yang kita kejar adalah cinta dan ridha Allah. Fokuskan semua energi diri hanya untuk meraih cinta danridha Allah. Bila Allah sudah ridha, insya Allah dunia akan kita dapatkan. Allah akan menjaga, menjamin, mencukupi semua kebutuhan hamba-hamba yang dicintai-Nya. Maka, pastikan tidak ada satu amal pun yang dicintai Allah kecuali kita menjalankannya. Ada satu rumus yang harus selalu kita camkan: kalau Allah mencintai sebuah amal, maka yakinlah amal tersebut pasti terbaik dan bermanfaat bagi hamba-Nya. Harusnya kita sedih dan gelisah tatkala kehilangan sebuah amal yang dicintai Allah. Pastikan pula amal-amal kita seratus persen untuk Allah. Niat yang salah pasti akan mendatangkan kekecewaan. Wallaahu a'lam. ***