Minggu, 21 Desember 2008

SUNNATULLAH

Siapa Menolak Pasti Binasa

Al Qur’an adalah sumber ilmu, dan ilmu Al Qur’an tidak hanya menjangkau masalah Akhirat saja, tapi ia menjangkau masalah dunia Akhirat. Al Qur’an merupakan khazanah bumi dan langit, bagi orang yang mengetahuinya atau bagi orang yang Allah beri ilmu tentangnya. Sangat beruntunglah bagi orang yang Allah beri anugerah tentangnya, karena ilmu Al Qur’an sungguh ajaib. Sebagian besar kandungan Al Qur’an adalah ilmu-ilmu yang tersirat daripada yang tersurat. Kalau yang mentafsir Al Qur’an tidak Allah anugerahkan ilmu, maka ia tidak akan dapat menggali dan menjangkau ilmu-ilmu yang tersirat itu. Dia hanya memahami kulit atau bagian luarnya saja, dan tidak mampu menggali lebih dalam lagi.
Inilah sebenarnya salah satu masalah manusia di zaman ini, banyak orang yang ghiroh atau gairah membaca Al Qur’an, membaca ayat-ayat Al Qur’an dan menterjemahkannya. Akan tetapi hasil dari membaca dan menterjemahkan itu tidak melahirkan ilmu yang sebenarnya. Sehingga orang yang tidak paham hakekat Al Qur’an, seperti orang asing yang bukan Islam atau orang Islam yang belajar Islam tapi sekuler, mereka mempelajari Al Qur’an tetapi tidak mendapatkan ilmu. Padahal Al Qur’an adalah khazanah yang sangat luas, seluas khazanah bumi dan langit.
Sunnatullah adalah salah satu ilmu yang ada di dalam Al Qur’an, yang mudah-mudahan dengan ilmu itu menjadi guide line untuk memperjuangkan Islam, hingga Islam mencapai kejayaan seperti pada kebangkitan yang pertama, yaitu di masa Rasulullah saw dan Sahabat.
Di dalam Al-Qur’an ada 2 ayat dengan 3 kalimat yang terjemahannya seperti berikut :
“… Sekali-kali kamu tidak dapati sunnah Allah itu berubah” (Q.S.Al Ahzab: 33). “… Sekali-sekali engkau tidak akan dapati sunah Allah itu bertukar ganti…” (Q.S.Faathir: 43) “… Sekali-sekali engkau tidak akan dapati sunah Allah itu beralih”(Q.S.Faathir: 43)
Kalau kita perhatikan ketiga kalimat dalam Al Qur’an di atas, lafaz terakhirnya berbeda, akan tetapi terjemahannya sama.

APAKAH SUNNATULLAH ITU ?
Definisi dari sunnatullah adalah “Peraturan atau sistem atau ketentuan Tuhan untuk hamba-Nya di dunia ini, baik hamba-Nya yang bernyawa maupun hamba-Nya yang tidak bernyawa.”
Walaupun Allah berkuasa dan kuasa-Nya tidak dapat dihalang oleh siapapun, akan tetapi karena Allah sudah membuat aturan, maka Allah tidak akan merubah aturan itu sejak azali (sejak awal-awal penciptaan makhluk). Allah sangat disiplin dalam menjaga peraturan, baik untuk makhluk-Nya yang bernyawa maupun makhluk-Nya yang tidak bernyawa. Tuhan Maha Berdisiplin, sehingga apabila sudah menetapkan suatu peraturan maka Tuhan tidak akan merubah peraturan itu. Maka dalam 3 ayat di atas Allah tegaskan bahwa Allah tidak akan merubah sunah Nya. Tidak seperti kita, yang banyak membuat peraturan akan tetapi kita sendiri susah untuk melaksanakannya.
Tuhan perintahkan kepada kita agar kita paham benar bahwa sunah Tuhan tidak akan berubah. Yang mana sunnah Tuhan itu ada yang dapat diketahui oleh manusia, karena bersifat lahirilah dan ada pula yang bersifat tidak dapat diketahui. Misalnya Sunah untuk kayu-kayuan, kita tidak paham, bahwa jika di antara pohon-pohon itu melanggar sunnah, maka pohon-pohon itupun tidak bertahan, akan rusak. Demikian pula pada binatang dan juga para malaikat, mereka ada sunnah tersendiri. Hanya, kalau malaikat taat pada sunnah Allah.
Untuk manusia, Tuhan sudah menetapkan sunnah yang tersendiri yang terdiri dari dua aspek, yang pertama yang disebut Karhan dan yang kedua disebut Tau’an. Firman Allah dalam Al Quran Surat Ar Ra’d Ayat 15 yang artinya : “Dan kepada Allah jualah sekalian makhluk yang ada di langit dan di bumi tunduk menurut, baik dengan sukarela (tau’an) atau terpaksa (karhan).”

KARHAN
Sunah Karhan ini maksudnya adalah terpaksa, artinya kita terpaksa atau harus ikut sunnah Qarhan ini, walaupun kita setuju dengannya, ataupun tidak. Kalau kita nekat melanggarnya, maka kita akan mendapat masalah. Contohnya, manusia bernafas dengan menggunakan oksigen (O2), akan tetapi bila manusia nekat ingin bernafas dengan air, maka akan binasalah ia. Contoh lain adalah, bila ingin kenyang, maka kita harus makan. Ingin punya anak harus menikah. Sunnah api membakar, dan lain-lain.
Walaupun Allah sudah katakan bahwa sunnah Allah tidak berubah, akan tetapi sesekali Allah buat lain atau pengecualian, sebab Allah bermaksud untuk menyelamatkan aqidah umat. Contonya Nabi Isa as yang lahir tanpa ayah, karena Allah ingin menunjukan kuasa-Nya, bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah, bahwa lahirnya seorang manusia atas kehendak Allah Ta’ala. Nabi Ibrahim as selama 40 hari dibakar, tapi api tidak membakar Nabi Ibrahim. Yang sebenarnya adalah Allah ingin menunjukkan, bahwa atas kehendak Allahlah api itu membakar sesuatu. Agar manusia tidak menganggap api itu Tuhan.
Yang termasuk sunnah qarhan juga adalah Tuhan sudah sunnahkan bahwa “berhentilah makan sebelum kenyang”, maka jika kita melanggarnya kita akan sakit. Akan tetapi sunnah ini hanya sedikit saja orang yang paham, hanya ahli-ahli kesehatan saja yang tahu. Akan tetapi banyak kisah-kisah orang sholeh yang makan berbagai jenis makanan tapi sehat, tidak sakit. Allah ingin tunjukan bahwa yang mendatangkan sakit itu Tuhan, bukan makanan atau yang lainnya.

TAU’AN
Sebagian besar umat Islam hari ini hanya paham sunnah yang qarhan saja, yang sunnah itu pun kita tidak mampu merubahnya, karena sudah menjadi ketetapan Allah. Sebenarnya Allah SWT juga sudah menetapkan sunnah yang diperuntukan kepada orang-orang yang bertaqwa, yang disebut sunnah Tau’an. Sunnah Tau’an ini hanya dipahami oleh orang-orang bertaqwa saja, karena ia bersifat maknawi dan rohani.
Akhir-akhir ini negara kita banyak mengalami musibah yang berupa bencana alam, ada tsunami, gempa bumi, banjir, semburan lumpur panas, dan lain-lain. Sebenarnya, Allah tidak akan menimpakan bencana kepada sekumpulan orang di suatu tempat apabila di tempat itu mayoritas orangnya sholeh-sholeh. Bahkan Allah juga tidak akan timpakan bencana seperti perang, yang dengan perang itu banyak orang di daerah itu yang binasa. Allah berfirman dalam Al Qur’an Surat Huud ayat 117 yang maknanya bahwa “Tuhan tidak akan memusnahkan suatu kaum kalau mereka itu orang soleh.”
Bukan saja bencana itu tidak ditimpakan kepada orang-orang sholeh atau orang bertaqwa, akan tetapi Allah akan memberi bantuan (Q.S.Al Jasiyah: 19), membukakan berkat dari pintu langit dan bumi. Firman Allah yang artinya: “Berhak atas Kami menolong orang mukmin” (Q.S.Ar Rum: 47). “Jika penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, Tuhan akan bukakan berkat dari langit dan bumi…” (Q.S.Al A’Raf: 96)
Allah SWT juga sudah sunnahkan bahwa Dia akan menganugerahkan rahmat di dunia dan di Akhirat, akan tetapi rahmat di Akhirat lebih besar dari rahmat di dunia.
Rahmat yang Allah anugerahkan di dunia di antaranya adalah, bahwa Allah akan selesaikan seluruh masalah yang dihadapi orang bertaqwa, dan Allah juga akan datangkan rizki yang tidak disangka-sangka. Allah berfirman yang maksudnya: “Barang siapa yang bertaqwa pada Allah, Allah akan lepaskan dia dari masalah hidup, dan memberi rizki dari sumber yang tidak diketahui… ” (Q.S.At-Thalaq 2-3)
Allah SWT juga akan menganugerahkan rahmat di dunia dengan mendatangkan ilmu sesuai keperluan kita. Firman Allah yang maksudnya: “…Bertaqwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajar kamu…” (Q.S.Al Baqarah: 282)
Rahmat Allah bagi orang bertaqwa di Akhirat di antaranya adalah, Allah akan anugerahkan Syurga yang seluas langit dan bumi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Dan Allah akan menutupi kesalahannya dan melipatgandakan pahala bagainya. Firman Allah yang artinya: “Akan tetapi orang-orang yang bertaqwa pada Tuhannya, bagi mereka Syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah” (Q.S.Ali Imran: 198). “Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan melipat gandakan pahala baginya”(Q.S.At-Thalaq:5)
Begitulah sunnah Allah kepada orang yang bertaqwa dan masih banyak lagi ayat-ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan masalah taqwa. Akan tetapi kebanyakan orang di zaman ini menggunakan kekuatan akal untuk menyelesaikan seluruh masalah yang ada, termasuk para ulama. Artinya kalau dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan akal saja, maka tidak akan wujud taqwa. Akan tetapi bila ada orang yang bertaqwa, maka berlakulah bantuan Tuhan dengan diturunkannya rahmat dan barokah. Oleh karena itu janganlah kita menggunakan akal semata-mata, marilah kita mengajak manusia untuk bertaqwa. Karena akal itu hanya dipergunakan untuk menghujah, yang mendasari taqwa, akan tetapi akal bukanlah rujukan yang sebenarnya, ia hanya sebagai alat saja.
Kita lihat di zaman ini, kebanyakan orang Islam beramai-ramai dengan kekuatan akal, membangun tamadun (peradapan) Islam dengan memcontoh orang barat. Pendidikan yang sekuler, ekonomi dengan kapitalisnya, pemerintahan dengan sistem partainya, kebudayaan atau hiburan yang melalaikan, dan lain-lain. Padahal Islam ada cara tersendiri, yang ia tidak mencontoh barat dan timur. Dalam sejarah Islam tidak pernah kegemilangan Islam itu dengan mencontoh ummat lain apalagi mencontoh cara musuh.
Kita lihat bagaimana Rasulullah saw membangun tamadun yang berbeda dari sistem yang ada, padahal waktu itu Romawi dan Persia sangat maju, seperti Amerika dengan Baratnya dan Uni Soviet ketika masa jayanya. Tapi Rasulullah tidak mencontoh Romawi dan Persia.
Kita lihat juga bagaimana Sultan Muhammad Al Fateh, membangun 335 bangunan anti gempa yang pertama dan yang sangat canggih, dengan insinyurnya yang bernama Mimar Sinan. Tanpa mencontoh bangsa lain, padahal saat itu Barat sudah maju.
Cara Islam adalah cara taqwa. Itulah yang sudah terjadi dan kita saksikan dalam sejarah. Walaupun ummat Islam dalam jumlah sedikit dan fasilitas yang ala kadarnya, akan tetapi bisa menawan dunia.
Kita tengok lagi ke belakang, Rasulullah berperang sebanyak 74 kali, dalam peperangan-peperangan itu satu kali saja umat Islam berperang dalam keadaan jumlah yang banyak. Salahudin Al Ayubi, bangsa Kurdi, bangsa Arab gunung saja, berhasil mengusir orang-orang barat, dengan jumlah dan senjata ala kadarnya. Itu juga yang terjadi pada Sayyidina Umar bin Abdul Aziz, Sultan Muhammad Al Fateh yang merebut Konstantinopel (Turki), Thariq bin Ziyyad yang menaklukan Eropa lewat Andalusia (Spanyol).
Sejarah sudah membuktikan bahwa dalam kegemilangan Islam selalu ada pemimpin, dan pemimpin itu adalah pemimpin yang bertaqwa. Dari pemimpin yang bertaqwa inilah akan lahir jamaah yang bertaqwa. Dengan adanya pemimpin dan jamaah yang bertaqwa maka Allah akan datangkan berbagai bantuan.
Memang sudah menjadi sunnatullah, bahwa Allah tidak akan serahkan bumi ini kepada umat Islam sebelum ada jamaah yang bertaqwa. Dan sebelum ada kekuatan taqwa, maka bumi ini akan diserahkan kepada orang yang mempunyai kekuatan quwwah (kekuatan lahir). Tapi dengan kekuatan quwwah ini Allah berikan dengan istidraj (di beri dalam keadaan murka). Firman Allah yang maksudnya: “Akan Aku wariskan bumi ini kepada hamba-hamba-Ku yang sholeh (bertaqwa)”. (Al Anbiya: 105)
Contoh lainnya adalah, bagaimana para ahli alam, para pemimipin, anggota masyarakat dengan akalnya menanggapi terjadinya gempa yang menimpa tanah air akhir-akhir ini. Kita saksikan bersama bagaimana mereka memberi penjelasan di media masa tentang gempa misalnya. Bahwa gempa itu terjadi karena lempengan bumi yang patah sehingga terjadi gelombang di permukaan bumi, yang menghancurkan segala yang ia lewati. Dengan patahan itu pula akan menyebabkan adanya gelombang air laut yang disebut tsunami.
Kebanyakan orang hanya membahas sebab-sebab terjadinya bencana, tanpa dikaitkan dengan Tuhan sama sekali. Padahal sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap kejadian, Tuhan selalu datangkan sebab-sebabnya. Bukankah “sebab” itu Allah juga yang menciptakan?
Seharusnya kita, terutama para ulama dan pemimpin paham, bahwa bencana itu Allah yang mendatangkan. Kalau kita kaum yang beriman dan bertaqwa, maka Allah tidak akan timpakan bencana itu. Hendaknya kita bertanya kepada ahli dzikir, mengapa Allah murka kepada kita, seperti kata Allah dalam Al Qur’an:
“Bertanyalah engkau bertanya kepada Ahli dzikir jika engkau tidak mengetahui.” (QS An Nahl :43)
Bukan kepada orang pandai atau genius yang kuat akalnya, karena akal juga makhluk yang dhoif, yang ada batasnya. Kalau setiap masalah yang kita hadapi, kita gunakan akal untuk menyelesaikannya, maka kita akan tersesat. Bila akal sudah terpisah dengan Tuhannya, maka akal akan menjadi ‘tuhan’.
Kalau kita melaksanakan sunnah Allah ini, maka Allah akan datangkan bantuan pada kita. Akan tetapi apabila kita masih berbuat jahat menurut ukuran sunah Allah, maka Allah akan azab kita. ***

Tidak ada komentar: